-->
News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

TPP TPG THR dan TPG 13 Bagi Guru PAI SMA/SMK Dipertanyakan..? Antara Harapan dan Ketidakpastian di Tengah Tumpang Tindih Kewenangan.

TPP TPG THR dan TPG 13 Bagi Guru PAI SMA/SMK Dipertanyakan..? Antara Harapan dan Ketidakpastian di Tengah Tumpang Tindih Kewenangan.



SUMATERA BARAT, blknnews.com - 3 Juli 2025. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang mengajar di SMA dan SMK negeri di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat masih menanti kepastian pencairan TPP TPG THR (Tunjangan Hari Raya) dan Tunjangan Profesi Guru (TPG)  13 tahun anggaran 2025. Padahal, secara regulatif, hak mereka telah dijamin dalam sejumlah peraturan pemerintah dan peraturan menteri keuangan.

Sejak Mei hingga awal Juli 2025, belum ada kepastian pembayaran yang diterima para guru PAI bersertifikasi yang tercatat sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) daerah. Ketentuan hukum yang menjadi dasar hak tersebut telah disusun secara eksplisit melalui regulasi nasional :

PP No. 15 Tahun 2023: Menetapkan pemberian THR dan gaji ke-13 bagi ASN, termasuk tambahan 50% TPG bagi guru non-tunjangan kinerja.

PP No. 14 Tahun 2024: Menyebutkan pencairan THR paling lambat H-10 Lebaran, dan gaji ke-13 pada Juni.

PP No. 11 Tahun 2025: Menyatakan bahwa TPG satu bulan penuh harus dimasukkan dalam komponen THR dan gaji ke-13 bagi guru bersertifikasi.

PMK No. 23 Tahun 2025: Menjadi rujukan teknis pencairan tunjangan.

Namun realitas di lapangan menyuguhkan ironi. Para guru PAI di sekolah umum merasa diperlakukan seperti “anak tiri”—berhak namun diabaikan.

“Kami ini guru bersertifikasi, jam mengajar kami penuh, semua sistem administrasi kami ikuti, tapi TPG 13 dan THR tak kunjung cair,” ujar seorang guru PAI SMK negeri di Bukittingi yang meminta namanya disamarkan. “Tidak jelas siapa yang membayar. Semua saling lempar,” tambahnya.

Ketidakjelasan Kewenangan: Kementerian Agama atau Pemerintah Provinsi melaui dinas pendidikan ?

Kebingungan ini berpangkal pada struktur kewenangan yang mengambang. Secara akademik dan profesional, guru PAI dibina oleh Kementerian Agama (Kemenag). Namun secara administratif dan keuangan, mereka menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan.

Kata Herlina Rasyid, Ketua DPD AGPAII Kota Bukittinggi . “Ini bukan hanya soal teknis, tapi ada ketimpangan sistemik yang mendiskriminasi guru PAI di sekolah umum,” Di satu sisi, Kemenag memiliki otoritas dalam pembinaan profesi. Di sisi lain, pemprov memegang anggaran dan administrasi ASN ujarnya lebih lanjut.

Ketiadaan regulasi teknis bersama antara Kemenag, Kemendikbudristek, dan Kemendagri memperpanjang benang kusut ini. Perlu surat keputusan bersama (SKB) lintas kementerian agar pencairan tidak lagi bergantung pada goodwill pemerintah daerah.

AGPAII Menjadi Rumah Perjuangan di Tengah Birokrasi.

Lebih lanjut Ketua DPD AGPAI Bukitinggi menyampaikan, di tengah ketidakpastian ini, peran Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) menjadi krusial. Organisasi ini bukan hanya wadah profesi, tapi juga representasi kolektif para guru PAI yang selama ini bekerja dalam senyap.

AGPAII diharapkan tidak hanya menjadi kanal komunikasi vertikal, tetapi juga kekuatan advokasi horizontal antarwilayah. AGPAII perlu mendorong :

Penerbitan regulasi teknis lintas kementerian.

Kepastian pencairan TPG dan THR dari instansi yang bertanggung jawab.

Perlakuan setara bagi guru PAI di madrasah dan sekolah umum.

Perlindungan terhadap guru honorer dan non-ASN

Menolak Dilupakan ! 

Guru PAI bukan sekadar pelengkap kurikulum. Mereka mendidik karakter, mengajarkan akhlak, dan membimbing spiritualitas peserta didik. Namun justru mereka pula yang kerap terpinggirkan dalam urusan hak-hak dasar.

Saat para guru lain menikmati TPG THR dan TPG ke-13, ribuan guru PAI di sekolah umum masih menanti kejelasan. Di kelas, mereka mengajarkan keadilan. Tapi di dunia nyata, mereka sedang diuji oleh ketidakadilan struktural.

Kami tidak menuntut lebih. Kami hanya ingin hak kami dipenuhi, sebagaimana guru lainnya,” ujar Uni Lin sapaan  akrab Ketua DPD AGPAII Kota Bukittinggi ini. “Kalau negara hadir untuk semua guru, buktikan sekarang.”!

Keadilan tidak boleh menunggu birokrasi. Negara harus hadir dalam bentuk regulasi yang tegas, tidak multitafsir, dan berpihak pada guru; tanpa diskriminasi struktural. Ketika suara para pendidik mulai tenggelam dalam rumitnya koordinasi antar instansi, maka tugas kita bersama adalah menguatkannya, bukan membiarkannya sunyi. (HR). 

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama