Gubernur Harus Memegang Tongkat Komando Memerangi Kejahatan Lingkungan di Sumatera Barat.
Penulis: Jafri Rajo Kaciak, S. Ag.
OPINI, blknnews.com, - Menurut penulis Kejahatan Lingkungan di Sumatera Barat tidak akan berhenti dengan imbauan normatif dan pidato seremonial. Hal itu hanya bisa dihentikan oleh kepemimpinan yang tegas, berani, dan memegang tongkat komando secara penuh.
Dalam sistem pemerintahan daerah, Gubernur adalah panglima sipil tertinggi, penentu arah, penggerak aparat, dan penanggung jawab moral atas keselamatan ruang hidup rakyat dan makhluk hidup lainnya yang ada di wilayah kekuasaannya.
Kalau dilihat dari apa yang terjadi hari ini, yang dibutuhkan Sumbar bukan sekadar regulator, tetapi komandan. Hal bisa di jabarkan melalui :
1. Tongkat Komando Itu Ada di Tangan Gubernur
Secara konstitusional dan administratif, Gubernur memiliki kewenangan strategis, koordinasi lintas kabupaten/kota, pembinaan dan pengawasan, hingga penegasan prioritas penegakan hukum lingkungan.
Jika hutan terus dibabat atau sumber daya alam lainnya, tambang merajalela, dan sungai dirusak, itu menandakan komando tidak dijalankan sebagaimana mestinya, atau hanya dijalankan setengah hati saja.
Kejahatan lingkungan adalah extraordinary crime. Maka responsnya pun harus luar biasa, tegas, cepat, dan terkoordinasi.
2. Mengakhiri Politik Ragu dan Takut Modal
Masalah terbesar bukan ketiadaan aturan, melainkan ketakutan pada kepentingan modal dan oligarki lokal.
Ketika izin bermasalah dibiarkan, ketika pelanggar “dilindungi”, di situlah negara kalah sebelum bertempur.
Dalam hal ini, Gubernur harus memutus rantai ini, tidak ada kompromi dengan perusak hutan, penambang ilegal, dan proyek yang mengorbankan keselamatan rakyat.
3. Komando Tegas kepada Aparat
Tongkat komando berarti instruksi jelas dan terukur. Audit total perizinan kehutanan, tambang, dan proyek berisiko ekologis.
Satgas penegakan hukum lingkungan lintas instansi dengan target jelas, fokus dan harus ada batas tenggat waktu serta Sanksi administratif hingga pidana tanpa pandang bulu terhadap perusak lingkungan harus tetap kampanyekan secara struktur, sistematis dan masif.
Kemudian, dalam pelaksanaannya dibutuhkan Transparansi publik dengan memperlihatkan semua data, laporkan progres, dan izinkan pengawasan rakyat.
Selain itu, Aparat tidak boleh ragu karena, keraguan lahir dari komando yang ambigu.
4. Mengembalikan Peran Adat dan Nagari
Di Minangkabau, alam bukan sekadar sumber ekonomi, tetapi amanah adat dan syarak. Gubernur harus berdiri di depan untuk menguatkan nagari sebagai penjaga ruang hidup, bukan penonton proyek. Ini bukan romantisme adat, melainkan strategi ekologis yang telah teruji.
5. Kepemimpinan Diukur dari Keberanian
Sejarah akan mencatat bukan siapa yang paling sering berbicara tentang lingkungan, tetapi siapa yang berani menghentikan kejahatan. Banjir, longsor, dan krisis air adalah pengadilan alam atas kelambanan manusia.
Gubernur yang memegang tongkat komando dengan benar akan dicatat sebagai pemimpin penyelamat, bukan pengelola kerusakan.
Sebagai penutup oleh penulis, bahwasanya Sumatera Barat tidak kekurangan aturan, yang kurang adalah komando. Saatnya Gubernur berdiri di garis depan, menghunus kewenangan, dan memerangi kejahatan lingkungan tanpa ragu. Alam tidak bisa menunggu. Rakyat tidak boleh terus menjadi korban.
